I. PENDAHULUAN
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito merupakan sebuah aset pelayanan publik dibidang pelestarian budaya dan pendidikan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa Tengah, khususnya kota Semarang dan sekitarnya. Museum ini diresmikan pada tanggal 5 Juli 1989. Nama Ronggowarsito diambil dari nama seorang pujangga besar keraton Surakarta Hadiningrat. Karya-karyanya sangat terkenal dan akrab dengan kehidupan masyarakat Jawa seperti serat kalatida yang berisi bait-bait ramalan tentang adanya zaman edan. Julukan pujangga rakyat diberikan oleh Ir Sukarno pada tahun 1953 kepada Raden Ngabehi Ronggowarsito. Patung perunggu Ronggowarsito menyapa bagi siapa saja yang memasuki tangga lobi, seolah mempersilahkan masuk guna menikmati suasana museum.
Saat ini Museum Jawa Tengah Ronggowarsito memiliki 59.814 buah koleksi. Tata penyajiannya mengacu pada konteks eksistensi manusia Jawa Tengah dan lingkungannya. Konteks ini dituangkan dalam empat gedung pamer utama yang ditata secara kronologis. Dimulai dari sejarah alam, zaman Hindu Budha, masa Islam, masa kolonial, sejarah perjuangan bangsa, dan kesenian yang berkembang di Jawa Tengah dari dulu hingga sekarang. Empat gedung tersebut meliputi: Gedung A1 (lantai bawah); wahana geografi dan batuan, Gedung A2 (lantai atas); wahana paleontologi, Gedung B2 (lantai atas); wahana keramik dan batik, Gedung B1 (lantai bawah); masa peninggalan islam dan masa kolonial, Gedung C1 (lantai bawah); wahana perjuangan bangsa, Gedung C2 (lantai atas); wahana ethnografi, Gedung D2 (lantai atas); wahana kesenian, Gedung D1 (lantai bawah); terbagi menjadi beberapa ruangan.
Salah satu diantara koleksi Museum Ronggowarsito adalah wahana kesenian, yang didalamnya terdapat kesenian Wayang. Wayang merupakan kesenian asli Indonesia yang dalam perkembangannya telah mengalami perubahan baik dalam bentuk jenis maupun fungsinya.
Sejarah masa lampau merupakan warisan dari para pendahulu yang seharusnyadijaga dan dilestarikan oleh para generasi berikutnya. Salah satunya adalah mahakarya yang terkenal dari Indonesia yaitu wayang. Wayang merupakan sebuah kesenian tradisional masyarakat jawa. Akan tetapi apa yang terjadi dengan perkembangan wayang saat ini? Kesenian wayang sekarang ini semakin hari semakin memudar, tidak seperti dahulu yang dipuja dan dikagumi oleh masyarakat luas.
Kesenian wayang harus terus dan tetap dilestarikan keberadaannya. Para generasi berikutnyalah yang harus melestarikannya agar tidak hilang ditelan jaman. Jika bukan generasi muda siapa lagi yang dapat meneruskan warisan budaya indonesia khususnya kesenian wayang.
II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Wayang
Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti “bayangan”. Jika ditinjau dari arti filsafatnya “wayang” dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebijakan, serakah, dan lain-lain.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pengertian wayang diantaranya:
1) Wayang merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dsb), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang.
2) Wayang merupakan pelaku (yang hanya sebagai pelaku, bukan sebagai perencana); orang suruhan yang harus bertindak sesuai dengan perintah orang lain, misalnya penembak calon Presiden itu hanya wayang bukan dalangnya.
Wikipedia, menjelaskan bahwa wayang adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa dan Bali. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari mahabarata dan ramayana.
Wayang menurut R.T. Josowidagdo berpendapat bahwa wayang menurut bahasa adalah “ayang-ayang” (bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang). Bayangan itu tampak karena sinar belencong (lampu diatas kepala sang dalang). Juga ada yang mengartikan “bayangan angan-angan”, yang menggambarkan nenek moyang atau orang terdahulu dalam angan-angan.
Adapun wayang menurut istilah yang diberikan oleh Dr. Th. Piqeud ialah:
a) Boneka yang dipertunjukan (wayang itu sendiri)
b) Pertunjukannya, dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung pelajaran, yaitu wayang purwa atau wayang kulit. Pertunjukan itu dihantarkan dengan teratur oleh gamelan (instrumen) slendro.
2. Asal-Usul Wayang
Mengenai asal-usul Wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana barat. Dia antara para sarjana barat yang termasuk alam kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Renste, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih ama terat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni semar, greng, petruk, bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat ke dua menduga wayang berasal dari India, yang di bawa bersama dengan agama Hindu ke indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang bersal dari pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya Wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman Pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahuripan (976-1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulispada masa pemerintahan Rajadyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan mencerikan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya dengan cerita asli versi India, adalah Batarayuda kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa Pemerintahan Prabu Jayabaya, Raja Kediri (1130-1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan “aringgit” yang maksudnya adalah pertunjukkan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak Zaman Neolithikum, yakni kira-kira 1.500 sebelum masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert Von Heine Geldern Ph. D. Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata “wayang” diduga berasal dari kata “wewayangan”, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran wayang kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita-cerita panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oeh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak bebentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Pementasan wayang konon katanya telah ada di bumi Nusantara semenjak 1500 tahun yang lalu. Masyarakat Indonesia dahulu memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Pada mulanya sebelum Walisongo menggunakan media wayang, bentuk wayang menyerupai relief atau arca yang ada di Candi Borobudur dan Prambanan. Pementasan wayang merupakan acara yang amat digemari masyarakat. Masyarakat menonton pementasan wayang berbondong-bondong setiap kali dipentaskan.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media mereka, sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah, doktrin keesaan tuhan dalam Islam. Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam. Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru. Wajahnya miring, lehernya dibuat memanjang, lengan memanjang sampai kaki dan bahannya terbuat dari kulit kerbau.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkan kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi tentang ajaran-ajaran menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.
Dalam sejarahnya, para Wali berperan besar dalam mengembangkan pewayangan di Indonesia. Sunan Kalijaga dan Raden Fatah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing-masing sangat berkaitan satu sama lain yaitu “mana yang isi (Wayang Wong) mana yang kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus dicari (Wayang Golek)”.
Sejak zaman kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termauk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Silsilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem, yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar pada budaya bangsa Indonesia, sehingga terjalinlah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar terjadi di pulau Jawa.
Menurut Sir Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal Inggris yang pernah bekuasa atas pulau Jawa pada abad ke-17 , dalam bukunya History of Java, nama-nama kerajaan dalam pewayangan terletak di pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah.
3. Jenis-Jenis Wayang
Dalam Museum Ronggowarsito ini terdapat banyak sekali jenis- jenis wayang yang ditampilkan, di antarnya adalah:
1) Wayang Beber
Wayang Beber yaitu teknik pergelaran wayang dengan cara membentangkan (mbeber) adegan yang dilukis pada kain. Jenis wayang ini mengangkat kisah Panji.
2) Wayang Kidang Kencana
Pada Wayang Kidang Kencana ini ciri fisik tokoh-tokohnya dicat kuning keemasan. Jenis wayang ini juga mengangkat kisah Panji.
3) Wayang Kaper
Wayang Kaper dibuat dalam ukuran kecil untuk latihan memainkan wayang bagi anak-anak di lingkungan keraton.
4) Wayang Kandha/ Ramayana
Wayang Kandha/ Ramayana ini mengangkat epik Ramayana.
5) Wayang Purwa
Wayang Purwa disebut juga Wayang Mahabarata karena mengangkat kisah Mahabarata.
6) Wayang Madya
Wayang Madya mengangkat kisah smbungan Parwa ke Kisah Panji. Wayang Madya ini diciptakan pada zaman Mangkunegaran IV oleh Raden Ngabehi Tandakusuma.
7) Wayang Gedhong
Wayang Gedhong ini juga mengangkat Kisah Panji, dikenal pada zaman raja Jayabaya, Kadiri. Tokoh-tokoh dalam wayang ini menggunakan nama-nama binatang, seperti: Kuda Laweyan, Kebo Anabrang, Lembu Amiluhur.
8) Wayang Potehi
Wyang Potehi ini mengangkat kisah roman dari Negeri Cina seperti Sampek Engtay.
9) Wayang Suluh
Wayah Suluh ini diciptakan pada zaman revolusi oleh Raden Mas Said, adapun kisah-kisah yang diangkat pada Wayang Suluh ini adalah kisah-kisah zaman revolusi.
10) Wayang Pesisiran
Wayang Pesisiran ini disebut juga wayang semarangan.
11) Wayang Kayu
Wayang Kayu adalah wayang yang berbahan baku atau terbuat dari kayu. Adapun jenis-jenis wayang yang berbahan baku kayu adalah sebagai berikut:
a) Wayang Dupara
Wayang Dupara ini mengangkat kisah dari zaman Majapahit hingga Perang Dipanegara. Tokoh-tokohnya adalah Untung Surapati, Jaka Tingkir, dan Dipanegara.
b) Wayang Klithik Gedhong
Wayang Klithik Gedhong ini mengangkat Kisah Damar Wulan, diciptakan pada zaman Amangkurat I, tokoh-tokohnya bersenjata golok.
c) Wayang Golek Purwa
Wayang Golek Purwa ini mengangkat Kisah Ramayana dan Mahabarata.
d) Wayang Golek Menak
Wayang Golek Menak ini mengangkat kisah Menak (Islam). Nama-nama kerajaan berinisial Jawa, misalnya Mekah disebut sebagai Keraton Puser Bumi.
e) Wayang Golek Menak Pantlek
Wayang Golek Menak Pantlek ini mengangkat Kisah Babat Tanah Jawa. Tokoh-tokohnya seperti Joko Tarub dan Tujuh Bidadari.
12) Wayang Kontemporer
Disebut Wayang Kontemporer karena diciptakan di zaman Kontemporer. Adapun jenis koleksi Wayang Kontemporer di Museum Ronggowarsito ini adalah sebagai berikut:
a. Wayang Buddha
Wayang Buddha ini mengangkat kisah Sidharta Gautama, diciptakan Ki Hadjar Satoto dari Surakarta.
b. Wayang Wahyu
Wayang Wahyu ini mengangkat kisah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Diciptakan oleh RM Soetarto Hardjowahono, atas pesanan Bruder Thimoteus.
c. Wayang Warta
Wayang Warta ini mengangkat kisah-kisah pada Kitab Injil, diciptakan oleh RM Soemiyanto dari Klaten.
d. Wayang Sadat
Wayang Sadat ini mmengangkat Kisah Babat Tanah Islam di Tanah Jawa, diciptakan oleh Surjadi dan Sunardi dari Klaten.
e. Wayang Kancil
Wayang Kancil ini mengangkat fabel dari buku Kancil Kridha Martani.
Koleksi Ruang Seni Pergelaran lainnya adalah peragaan pergelaran Wayang Purwa dan Wayang Orang. Wayang Orang merupakan perpaduan antara seni drama, seni tari, dan seni (musik) gamelan. Mengangkat kisah Ramayana dan Mahabarata. Dalang berperan sebagai pembawa cerita dan suluk, sedang dialog dilakukan oleh masing-masing tokoh.
III. PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Wayang dikenal sejak jaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum masehi. Wayang merupakan kesenian tradisional indonesia yang terutama berkembang di pulau jawa dan bali. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari mahabarata dan ramayana.
Mengenai asal-usul Wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Sementara itu, pendapat ke dua menduga wayang berasal dari India, yang di bawa bersama dengan agama Hindu ke indonesia. Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang bersal dari pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.
Dalam Museum Ronggowarsito ini terdapat banyak sekali jenis- jenis wayang yang ditampilkan, di antarnya adalah: Wayang Beber, Wayang Kidang Kencana, Wayang Kaper, Wayang Kandha/ Ramayana, Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Gedhong, Wayang Potehi, Wayang Suluh, Wayang Kayu, Wayang Pesisiran, dan Wayang Kontemporer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar